Diare adalah perubahan kebiasaan buang air besar, ditunjukkan dengan peningkatan frekuensi (buang air besar lebih dari 3 kali dalam 1 hari) dengan ditandai perubahan tinja dari padat menjadi cair. Diare dapat menguras cairan dan elektrolit dalam tubuh melalui tinja yang cair tersebut. Jika cairan yang hilang tidak segera diganti, maka penderita diare akan mengalami dehidrasi. Dehidrasi berat sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Ada 5 pilar penting dalam menangani diare, yaitu:
- Rehidrasi: memberikan cairan yang cukup untuk mencegah atau menangani dehidrasi.
- Nutrisi: Pemberian makanan selama diare mencegah penurunan berat badan dan memberikan nutrisi anak untuk tetap kuat dan memiliki pertumbuhan yang baik.
- Tablet Zinc
- Edukasi: memberikan pemahaman pada orang tua kapan harus ke dokter.
- Antibiotik (jika perlu): hanya untuk tipe diare tertentu, misalnya untuk diare berdarah.
Lalu bagaimana dengan pemberian obat antidiare pada anak?. Pemberian obat antidiare tidak direkomendasikan, terutama pada diare akut dan diare berdarah. Obat antidiare dikelompokkan menjadi obat yang bekerja sebagai agen antimotilitas, antisekresi, dan absorben.
Obat antimotilitas seperti loperamid bekerja dengan cara menghambat gerakan usus. Loperamid dapat mengurangi rasa nyeri perut atau kram perut akibat gerakan usus yang meningkat, namun menunda pengeluaran organisme penyebab diare sehingga sebenarnya membuat waktu sakit lebih panjang. Oleh karena itu, menurut WHO (World Health Organization, 2013), penggunaan loperamid hanya akan meningkatkan keparahan diare dan komplikasinya. Hal ini terutama terjadi pada diare berdarah. Efek samping yang pernah dilaporkan antara lain ileus (sumbatan usus), penurunan kesadaran, hingga kematian.
Sedangkan obat antisekresi dan absorben (Kaolin-pectin, attapulgite, atau activated charcoal) kurang memiliki manfaat pada anak yang diare. Absorben hanya memperbaiki konsistensi tinja saja, namun tidak mampu mengurangi kehilangan garam dan cairan pada anak diare.
Komentar