Goreng tempe, goreng pisang, gehu, bala-bala, combro, misro, cireng, bakwan plus saus hingga molen aneka rasa adalah menu sehari-hari sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak. Selain harganya yang bersahabat dan mudah didapat, rasanya pun enak, gurih, bikin ketagihan, dan aromanya itu bisa membuat air liur menetes. Oleh karena itu, jangan heran apabila ada ungkapan "tiada hari tanpa gorengan".
Apakah salah kita memakan gorengan? Tentu saja tidak salah asalkan tidak berlebihan. Jangankan gorengan, makanan bergizi pun dapat merusak tubuh apabila dikonsumsi secara berlebihan. Makanan gorengan pun sebaiknya tidak menjadi menu sehari-hari, apalagi kalau tidak di imbangi dengan makanan alami yang lebih kandungan nutrisinya. Sudah bukan rahasia lagi kalau gorengan, terutama yang tidak higienis dan dijual di sembarang tempat, termasuk faktor risiko tinggi pemicu berbagai jenis gangguan kesehatan mulai dari batuk hingga penyakit degeneratif, semacam sakit jantung, diabetes mellitus, ataupun stroke. Mengapa terjadi demikian?. Berikut beberapa alasan mengapa gorengan patut dihindari.
- Gorengan-gorengan bersifat karsinogenik. WHO pernah merilis sebuah penemuan bahwa makanan yang mengandung karbohidrat tinggi, semisal yang berbahan tepung atau terigu, apabila dipanaskan atau dimasak pada suhu tinggi akan membentuk akrilamida, yaitu senyawa yang bisa menyebabkan kanker dalam tubuh, terlebih kalau minyak yang digunakan adalah minyak yang dipakai berulang kali.
- Proses penggorengan bisa menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas trans (minyak hidrogenasi). Asam lemak trans ini dapat meningkatkan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) atau disebut kolesterol "jahat" dan menurunkan kadar kolesterol "baik" HDL (High Density Lipoprotein). Menurut sebuah laporan dari Institute of Food Science and Technology, setiap peningkatan satu persen asam lemak trans dapat meningkatkan kadar LDL sebesar 0,04 mmol per liter dan menurunkan kadar HDL sebanyak 0,013 mmol per liter. Padahal, makin tinggi kadar kolesterol "jahat" dalam darah, risiko untuk terkena penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah, seperti penyakit jantung koroner, menjadi semakin besar.
- Goreng-gorengan tinggi kalori dan rendah nutrisi. Setiap sendok makan (sekitar 14 gram) minyak yang kita gunakan untuk menggoreng berarti menambahkan 100 kalori. Padahal, dalam perspektif ilmu gizi, kita harus membatasi kalori lemak tidak lebih dari 20 sampai 35 persen dari total kalori harian. Untuk diet 2000 kalori, kita sebaiknya tidak mengonsumsi lebih dari 400-700 kalori dari lemak per harinya.
- Goreng-gorengan yang dijual di sembarang tempat, khususnya di pinggir jalan, sangat rentan terpapar polusi jalanan, semisal debu, kuman, dan paparan logam-logam berat, seperti timbal dan merkuri dari asap kendaraan bermotor. Padahal, keberadaan logam-logam berat seperti timbal yang ada di dalam tubuh, dalam kadar tertentu dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati dan ginjal.
Dari penjelasan diatas, maka kita harus berusaha membatasi konsumsi makanan gorengan alias makanan penghasil asam lemak trans. Jangan setiap hari, setiap makan, apalagi setiap jam! Andaipun "terpaksa" harus makan, usahakan proses penggorengannya tidak menggunakan minyak yang sudah dipakai berkali-kali. Jadi, sebaiknya Anda membuat gorengan sendiri. Perbanyak pula asupan makanan bergizi, semisal buah-buahan dan sayuran yang mengandung serat. Buah dan sayuran pun mengandung antioksidan yang dapat menghambat kerja radikal bebas yang ada pada gorengan.
Komentar